Pengertian
Etika Sebagai Salah Satu Cabang Filsafat Praktis Dan Dikembangkan Pengertian
Pancasila Sebagai Sistem Etika
1.
Pendahuluan
Pembahasan etika meliputi nilai etika dan norma etika,
membicarakan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika
sangat menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan mengenai
norma etika. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai
etika dan pola perilaku hidup manusia. Etika membicarakan soal nilai yang
merupakan salah satu dari cabang filsafat. Etika bermaksud membantu manusia
untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan karena setiap
tindakannya selalu dipertanggung jawabkan.
Etika sebagai cabang filsafat merupkan sebuah peranan seperti
halnya agama, politik, bahasa, dan ilmu-ilmu pendukung yang telah ada sejak
dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Etika sebagai cabang filsafat
menjadi refleksi krisis terhadap tingkah laku manusia, maka etika tidak
bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuatu dengan tingkah laku bagus saja.
Ia harus bertindak berdasarkan pertimbangan akal sehat, apakah bertentangan
atau membangun tingkah laku baik.
2.
Makna dari Filsafat
Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran
kefilsafatan antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda
dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Menurut Surajiyo Pengertian
filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi.
a. Arti Secara Etimologi
Filsafat dari kata philo yang
berarti cinta dan kata sophos yang berarti ilmu atau
hikmah. Secara etimologi filsafat berarti cinta terhadap ilmu dan
hikmah. Dalam hubungan ini al-Syabani berpendapat, bahwa filsafat bukanlah
hikmah melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan
perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk itu ia mengatakan
bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan
akibat dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
b. Arti Secara Terminologi
Menurut istilah (terminologi)
filsafat adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah Islam,
memusatkan perhatian pada falsafah Islam dan menciptakan sikap positif terhadap
falsafah Islam. Filsafah Islam merupakan medan pemikiran yang terus berkembang
dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap filsafat
islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting
lagi adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui
kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman.
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua sagi, yaitu:
1) Segi semantik: filsafat berasal dari
bahasa Arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yaitu
pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi, philosophia berarti
cinta pengetahuan, kebijaksanaan dan kebenaran. Maksudnya ialah orang
menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabadikan dirinya kepada
pengetahuan.
2) Segi praktis, filsafat yaitu alam
pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang yang berpikir tentang filsafat
disebut filosof, yaitu orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh di dalam tugasnya. Filsafat merupakan hasil akal manusia yang
mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi, filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala
sesuatu.
Pengertian lain Burhanuddin Salam dalam pengantar
filsafatnya mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit dan
dalam arti yang luas. Arti sempit dari filsafat, filsafat diartikan suatu ilmu
yang berhubungan dengan metode logis atau analisis logika bahasa dan
makna-makna, filsafat diartikan sebagai “Science of science”, di mana
tugas utamanya memberikan analisis kritis terhadap asumsi-asumsi dan
konsep-konsep ilmu, dan mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian
pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba
mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman manusia
yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam
semesta, hidup dan makna hidup. Selanjutnya beliau secara singkat mengemukakan
makna daripada filsafat, yaitu:
1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan tentang alam
semesta
2. Filsafat ialah suatu metode berpikir reflektif, dan
penelitian penalaran
3. Filsafat ialah suatu perangkat masalah-masalah
4. Filsafat ialah seperangkat teori dan sistem berpikir.
3. Keterkaitan Etika dengan Ilmu
Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran.
Bagian-bagian dari hal tersebut meliputi:
a. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
b. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
c. Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
d. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
e. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
f. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
Hal diatas menjelaskan bahwa etika termasuk salah satu
komponen dalam filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari
filsafat, tetapi karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya
membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga
etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian
dalam pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
(Alfan: 2011)
Hubungan etika dengan ilmu filsafat
menurut Ibnu Sina seperti indera bersama, estimasi dan rekoleksasi yang
menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam
sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah
dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah
dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia
hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina
memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap bahan-bahan atau sumber yang
dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu etika.
Ibn Khaldun dalam melihat manusia
mendasarkan pada asumsi-asumsi kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan
yang ia peroleh dalam ajaran Islam. Ia melihat sebagai mekhluk berpikir. Oleh
karena itu, manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat
kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi
juga menaruh perhatian pada berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses
semacam ini melahirkan peradaban. Dalam pemikiran ilmu, Ibn Khaldun tampak
bahwa manusia adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud
manakla ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang
perlunya pembinaan manusia, termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang
manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan
yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina
manusia, memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian
akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan
yang aman dan damai (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai
ketentuan baik atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat,
yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai
pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran (Yatimin:
2006).
4. Etika Merupakan Ciri Khas Filsafat
Etika
filsafat merupakan ilmu penyelidikan bidang tingkah laku manusia yaitu menganai
kewajiban manusia, perbuatan baik buruk dan merupakan ilmu filsafat tentang
perbuatan manusia. Banyak perbuatan manusia yang berkaitan dengan baik atau
buruk, tetapi tidak semua perbuatan yang netral dari segi etikanya. Contoh,
bila di pagi hari saya menganakan lebih dulu sepatu kanan dan kemudian sepatu
kiri, perbuatan itu tidak mempunyai hubungan baik atau buruk. Boleh saja
sebaliknya, sepatu kiri dulu baru kemudian sepatu kanan. Cara itu baik dari
sudut efisiensi atau lebih baik karena cocok dengan motorik saya, tetapi cara
pertama atau kedua tidak lebih baik atau lebih buruk dari sudut etika. Perbuatan
itu boleh disebut tidak mempunyai relevansi etika
Immanuel
Kant (1724-1804) berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan etika yang
tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai
kewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika
filsafat merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu
didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan buruk. Etika sebagai cabang
filsafat sebenarnya yang membedakan manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan
menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajat di atas mereka. (M.
Yatimin Abdullah: 2006).
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Mohamad Mufid:
2009 bahwa etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang
filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan
utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan
tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika
mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
Etika menyelidiki dasar
semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan
etika normatif.
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan
kesadaran-kesadaran dan penngalaman moral secara deskriptif. Ini dilakukan
dengan bertitik pangkal pada kenyataan bahwa terdapat beragam fenomena moral
yang dapat digambarkan dan diuraikan secara ilmiah. Etika deskriptif berupaya
menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan dan pengalaman moral dalam suatu
kultur tertentu. Etika deskriptif dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Sejarah moral, yang meneliti cita-cita, aturan-aturan dan
norma-norma moral yang pernah berlaku dalam kehidupan manusia dalam kurun waktu
dan tempat tertentu.
b. Fenomenologi moral, yang berupaya menemukan arti dan makna moralitas dari
beragam fenomena ysng ada. Fenomenologi moral berkepentingan untuk menjelaskan
fenomena moral yang terjadi masyarakat. Ia tidak memberikan petunjuk moral dan
tidak mempersalahkan apa yang salah.
2. Etika Normatif
Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan
ukuran atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan. Etika
ini dapat menjelaskan tentang nilai-nilai yang seharusnya dilakukan serta
memungkinkan manusia untuk mengukur tentang apa yang terajdi.
Etika normatif menagandung dua bagian besar, yaitu: pertama
membahas tentang teori nilai (theory of value) dan teori keharusan (theory
of obligation). Kedua, membahas tentang etika teologis dan etika deontelogis.
Teori nilai mempersoalkan tentang sifat kebaikan, sedangkan teorin keharusan
membahas tingkah laaku. Sedangkan etika teolog berpendapat bahwa moralitas
suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya. Adapun deontologis berpendapat
bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi
dorongan dari tindakan itu, atau ditetukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh
keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip
tertentu. (Muhammad In’am Esha, 2010)
5. Hakikat Etika Filsafat
Etika filsafat sebagai cabang ilmu, melanjutkan
kecenderungan seseorang dalam hidup sehari-hari. Etika filsafat merefleksikan
unsur-unsur tingkah laku dalam pendapat-pendapat secara sepontan. Kebutuhan
refleksi itu dapat dirasakan antara lain karena pendapat etik tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain.
Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan
malah dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks
filsafat yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan kematangan
yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia
tidak merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan
dalam pembicaraannya tidak pernah meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat
emperis, karena seluruhna berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman
inderawi) yaitu apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu
emperis berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil
merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi
dengan berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika
filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat berbicara
juga tentang yang konkret, kadang-kadang malah tentang hal-hal yang amat
konkret, tetapi ia tidak berhenti di situ.
Etika filsafat juga bukan filsafat praktis dalam
arti ia menyajikan resep-resep yang siap pakai. Buku etika tidak berupa buku
petunjuk yang dapat dikonsultasikan untuk mengatasi kesulitan etika buruk yang
sedang dihadapi. Etika filsafat merupakan suatu refleksi tentang teman-teman
yang menyangkut perilaku. Dalam etika filsafat diharapkan semuah orang dapat
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, tanggung jawab,
nilai, norma, hak, kewajiban, dan keutamaan.
Di kalangan orang-orang kebanyakan, sering kali etika
filsafat tidak mempunyai nama harum. Tidak jarang ia dituduh mengawang-awang
saja, karena membahas hal-hal yang abstrak dan kurang releven untuk
hidup sehari-hari. Banyak uraian etika filsafat dianggap tidak jauh dari
kenyataan sesungguhnya. Itulah hakikat filsafat mengenai etika. Disini tidak
perlu diselidiki sampai dimana prasangka itu mengandung kebenaran. Tetapi
setidak-tidaknya tentang etika sebagai cabang
filsafat dengan mudah dapat disebut dan disetujui relevansinya bagi
banyak persoalan yang dihadapi umat manusia.
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis.
Etika tidak memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai, norma, dan
pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban dan
mau menyingkatkan kerancuan (kekacauan). Etika tidak membiarkan
pendapat-pendapat moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha
untuk menjernihkan permasalahan moral, sedangkan kata moral selalu mengacu pada
baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah
tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakkan manusia dilihat
dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu
dan terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar